itawaka, beautiful cottage

itawaka, beautiful cottage

Cari

all about me

jakarta, jakarta, Indonesia
RUDEBOY.....ska, reggae, jazz smpe mampus

Kamis, 07 Januari 2010

Motivasi (dari buku 'manajemen' karangan Hani Handoko)

Efektifitas manajer dapat ditentukan melalui kemampuan mereka untuk memotivasi, mempengaruhi, mengarahkan, dan berkomunikasi dengan para bawahan. Para manajer tidak dapat mengarahkan bawahannya begitu saja tapi melalui motivasi.

Motivasi merupakan kegiatan yang berakibat, menyalurkan, dan memelihara perilaku manusia. Motivasi adalah subyek yang membingungkan karena motifnya tidak dapatdiamati secara lansung, tapi dapat disimpulkan dari perilaku individu. Manajer perlu memahami jenis – jenis perilaku tertentu agar dapat mempengaruhi karyawan bekerja sesuai keinginan organisasi, karena organisasi dapat mencapai tujuannya melalui orang lain (karyawan).
Faktor yang berpengaruh (selain motivasi) terhadap prestasi seseorang adalah kemepuan individu dan kesadaran perilaku yang dilakukan untuk mencapai prestasi yang tinggi (persepsi kemampuan). 3 faktor tersebut saling berkaitan, jika salah satunya bernilai rendah akan berpengaruh pada tingkat prestasi.
Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut motifavi, antara lain kebutuhan, desakan, dorongan, dll. Istilah motivasi diartikan keadaan pribadi seseorang yang mendorong keinginan untuk mewujudkan perbuatan demi kepuasan dirinya. Berikut ini adalah beberapa pengembangan berbagai teori dan konsep motivasi.

1.1 Berbagai pandangan tentang Motivasi dalam Organisasi
Pandangan manajer yang berbeda tentang masing - masing model dalah penentu keberhasilan dalam mengelola karyawan. Berikut adalah perbandingan 3 teori / model.
Model Tradisional (F. Taylor dan aliran manajemen)
Manajer menetukan bagaimana pekerjaan – pekerjaan yang harus dilakukan dan menggunakan insentif sebagai motivator. Pandangan ini menganggap bahwa para pekerja malas dan hanya dapat dimotivasi dengan uang. Tapi dalam beberapa kasus konsep ini cukup karena sejalan dengan efisiensi meningkat, kebutuhan karyawan dapat dipangkas. PHK menjadi biasa dan pekerja akan mencari jaminan kerja daripada kenaikan gaji yang kecil dan sementara.
Model Hubungan Manusiawi (Elton Mayo)
Kontak sosial antara karyawandengan pekerjaannya sangat penting. Pengulangan rutinitas adalah salah satu dari beberapafaktor pengurang motivasi. Elton Mayo percaya bahwa manajer dapat memotivasi bawahannya melalui pemenuhan kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka berguna. Sebagai hasil, karyawan diberi kebebasan sendiri dalam pekerjaannya. Perhatian lebih tentang perhatian manajer dan operasi organisasi ditujukan pada kelompok – kelompok kerja organisasi informal.


Model Sumber Daya Manusia (Mc. Gregor & Maslow)

Para peneliti, seperti Argyris dan Linkert mengkritiki model hubungan mnusiawi dan mengemukakan pendekatan yang lebih bervariasi. Model ini berisi bahwa karyawan termotivasi oleh banyak faktor, tidak hanya uang dan kepuasan tapi kebutuhan berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang baik. Alasannya adalah banyak orang dimotivasi untuk melakukan pekerjaan secara baik dan mereka tidak otomatis menilai bahwa pekerjaan itu menyenangkan dan juga karyawan menyukai pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi. Jadi, para karyawan bisa diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk membuat keputusan dan pelaksanaan tugas – tugas.
Manajer dapat menggunakan model SDM dan hubungan manusia bersamaan. Saat dengan bawahan, manajer cenderung menggunakan model hubungan manusiawi.

1.2 Teori – teori Motivasi

Teori – teori petunjuk, teori ini berdasarkan pengalaman mencoba bagaimana cara memotivasi karyawan.
Teori kebutuhan, berisi alasan penyebab – penyebab perilaku. Teori yang sangat terkenal diantaranya: hierarki kebutuhan dari psikolog (Abraham H. Maslow), teori motivasi pemeliharaan (Frederick Herzberg), dan teori dari David McCleland.
Teori – teori proses, berkenaan dengan bagaimana perilaku dimulai dan dijalankan. Teori – teori yang termasuk kategori ini adalah teori pengharapan, pembentukan perilaku, teori Porter-Lawler dan teori keadilan.

1.3 Teori – teori Isi
Teori- teori berikut memperhatikan tentang penyebab perilaku terjadi dan berhenti. Jawabannya berpusat pada:
• Kebutuhan, motif- motif yang mendorong, menekan, memacudan menguatkan karyawan melakukan kegiatan.
• Hubungan karyawan dengan faktor eksternal (insentif) yang menyarankan, mendorong dan mempengaruhi mereka untuk bekerja.
Teori isi mementingkan pengertian terhadap faktor – faktor internal individu, kebutuhan, yang menyebabkan mereka berperilaku tertentu untuk memenuhi kebutuhannya. Faktor eksternal (kebijakan, gaji, kondisi kerja,dll.) berguna untuk mendapatkan perilaku positif karyawan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.

Hierarki Kebutuhan dari Maslow

Maslow mendasarkan konsep hierarki kebutuhan pada dua prinsip, yaitu, Kebutuhan – kebutuhan manusiadapat disusun dalam suatu hierarkidari yang terendah sampai yang tertinggi. Dan suatu kebutuhan yang telah terpenuhi berhenti menjadi motivator utama pelaku .
Menurut Maslow, manusia akan memenuhi kebutuhan yang paling mendesak dan berdasarkan pengalaman orang itu pada suatu hierarki. Yang pertama adalah kebutuhan fisiologis, lalu kebutuhan terhadap rasa aman dan nyaman. Jika kedua – duanya terpenuhi, maka proses ini berjalan terus sampai terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri. Manajemen dapat memberi insentif untuk memotivasi hubungan kerja sama, wibawa pribadi, tanggung jawab terhadap prestasi.
Proses diatas menunjukkan bahwa kebutuhan saling tergantung. Kebutuhan tertentu yang telah terpenuhi tidak lagi menjadi motivator utama tapi digantikan kebutuhan yang lain, meskipun begitu kebutuhan yang telah terpenuhi tidak akan hilang begitu saja tapi sedikit mempengaruhi perilaku. Hierarki (teori Maslow) dapat digunakan dalam manajemen motivasi, karena konsepnya relatif dan bukan penjelasan mutlak tentang semua perilaku manusia, hal ini nisa dgunakan sebagai pedoman manajer.
Kegunaan teori ini adalah memperjelas dan memperkirakan perilaku induvidu atau kelompok dengan melihat kebutuhan terhadap motivasi mereka. Kemudian, jika kebutuhan telah terpenuhi faktor tersebut berhenti menjadi motivator dari perilaku tapi dapat berguna dalam keadaan tertentu seperti disingkirkan, diancam, atau dibuang.
Teori Motivasi - Pemeliharaan dari Herzberg
Karyawan baru cenderung memusatkan perhatiannya pada pemuasan tingkat kebutuhan lebih rendah dalam pekerjaan pertama mereka.. Setelah terpenuhi mereka akan berusaha memenuhi tingkat yang lebih tinggi. Beberapa percobaan motivasi telah dilakukan yang menunjukkan pentingnya kebutuhan yang lebih tinggi sebagai motivasi, salah satunya adalah Frederick Herzberg dkk. Dari “Psychological Service Pittsburg”.[1]
Berdasarkan risetnya, lebih dari dua ratus insinyur dan akuntan diwawancarai. Herzberg menemukan dua kelompok faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, mendorong prestasi dan semangat kerja serta ketidakpuasan kerja yang berpengaruh negatif. Mereka membedakan dua hal, yaitu motivator (pengaruhnya meningkatkan prestasi) dan faktor – faktor pemeliharaan (mencegah menurunnya efisiensi, faktor ini tidak dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja atau menurunnya produktivitas) Perbaikan dapat dilakukan untuk menghilangkan ketidakpuasan kerja, tapi tidak dapat digunakan sebagai sumber kepuasan kerja.
Teori motivasi memiliki hubungan dengan teori hierarki kebutuhan Maslow. Motivator – motivator berhubungan dengan aktualisasi diri dan penghargaan, faktor – fakor pemeliharaan berhubungan dengan kebutuhan yang lebih rendah.
Jadi, penemuan Herzberg menyatakan bahwa manajer perlu memahami faktor – faktor untuk memotivasi karyawan. Faktor pemeliharaan dapat menghilangkan ketidakpuasan kerja, tapi tidak dapat memotivasi bawahan. Motivator dapat memotivasi karyawan untuk melaksanakan keinginan manajer.





Teori Prestasi dari McClelland
            David McClelland mengemukakan bahwa terdapat kaitan positif antara kebutuhan berprestasi dengan suksesnya pelaksanaan[2]. Para usahawan, ilmuwan dan professional mempunyai tingkat motivasi prestasi di atas rata – rata, Pengusaha mengukur laba sebagai ukuran sederhana seberapa baik pekerjaan yang telah dilakukannya.
            McClelland juga menemukan bahwa kebutuhan prestasi dapat dikembangkan pada orang dewasa. Orang – orang yang berorientasi prestasi memiliki beberapa karakter yang dapat dikembangkan, antara lain:
1.      Mengambil resiko yang layak sebagai fungsi ketrampilan, bukan kesempatan; menyukai tantangan; tanggung jawab pribadi atas hasil yang dicapai.
2.      Cenderung menetapkan tujuan – tujuan prestasi yang layak dan resiko yang sudah diperhitungkan. Salah satu alasan perusahaan berpindah ke program management by office karena korelasi positif antara penetapan tujuan dan tingkat prestasi.
3.      Mempunyai kebutuhan umpan balik tentang pekerjaan yang telah dicapai.
4.      Mempunyai ketrampilan dalam rencana jangka panjang dan kemampuan – kemampuan organisasional.
Manajer dapat mengembangkan manajemen berdasarkan teori prestasi McClelland untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan, karena dapat diajarkan melalui berbagai bentuk latihan.



1.1  Teori – teori Proses    
Berkenaan dengan bagaimana perilaku timbul dan dilaksanakan, berikut adalah beberapa pembahasan teori proses.
Teori Pengharapan
            Berhubungan dengan motivasi, dimana individu diperkirakan akan menjadi pelaksana dengan prestasi tinggi bila mereka memperhatikan:
·         Kemungkinan tainggi bahwa usaha – usaha yang dilakukan berprestasi tinggi
·         Kemungkinan bahwa prestasi tinggi akan mengarah pada hasil – hasil menguntungkan
·         Hasil tersebut akan menjadi keadaaan penyeimbang, penarik efektif badi mereka
Teori pengharapan menyatakan perilaku kerja karyawan dapat dijelaskan dengan realita, para karyawan menentukan dulu apa perilaku mereka yang dapat dijalankan dan nilai – nilai alternatif.
Menurut teori pengharapan Victor Vroom, orang dimotivasi untuk bekerja bila mereka mengharapkan usaha – usaha yang ditingkatkan akan berdampak pada balas jasa tertentu dan menilai balas jasa sebagai hasil dari usaha – usaha mereka[3]. Jadi, pandangan manajer menghasilkan rumus : MOTIVASI = pengharapan bahwa peningkatan usaha akan mengarah pada balsa jasa X penilaian individu terhadap balas jasa atas usahanya.

Teori ini memiliki kesulitan dalam prakteknya. Tapi penemuan – penemuan sejenisnya menunjukkan konsistensi dalam pengaruh hubungan sebab akibat antara pengharapan, prestasi dan penghargaan ekstrinsik seperti gaji atau kenaikan jabatan.
Pembentukan Perilaku

            B. F. Skinner mengemukakan pendapat lain terhadap motivasi mempengaruhi dan merubah perilaku kerja yaitu teori pembentukan perilaku[4]. Sering disebut behavior modification, positive reinforcement, dan Skinnerian conditioning. Pendekatan ini berdasarkan hukum penagruh, yang menyatakan perilaku yang diikuti konsekuensi pemuasan cenderung diulang, sedangkan perilaku yang konsekuensinya mendapat hukuman cenderung tidak diulang. Maka perilaku individu di masa depan dapat dipelajari dari pengalaman waktu lampau.Berdasarkan gambar, penyebab dari konsekuensi  tertentu adalah perilaku individu terhadap situasi tertentu. Jika konsekuensi itu positif, individu akan memberi tanggapan positif juga. Tapi bila konsekuensi itu negatif, individu akan merubah perilakunya untuk menghindari akibat negatif.
            Jika manajer ingin merubah perilaku bawahan dia harus merubah konsekuensi dari perilaku tersebut. Penelitian membuktiakan penghargaan atas perilaku positif daripada hukuman bagi perilaku yang tidak diinginkan.
            Ada empat teknik untuk mempengaruhi perilaku bawahan:

1.      Penguatan positif (penguat primer atau sekunder, seperti minuman atau makanan untuk memuaskan kebutuhan biologis dan penghargaan, kenaikan pangkat, promosi, dll)
2.      Penguatan negatif (individu akan mempelejari perilakum yang membawa konsekuensi buruk dan berusaha menghindarinya di masa datang.)
3.      Pemadaman (dilakukan dengan penghilangan penguatan)
4.      Hukuman (bagaimana manajer mengubah perilaku bawahan yang kurang tepat dengan memberi konsekuensi negatif)
W. Clay Hammer mengidentifikasikan enam pedoman penggunaan teknik – teknik pembentukan perilaku atau learning theory, yaitu:
1.      Jangan memberikan penghargaan yang sama pada semua orang.
2.      Kegagalan memberi tanggapan dapat merubah perilaku.
3.      Beritahu karyawan apa yang harus diperbuat untuk mendapatkan penghargaan.
4.      Beritahu karyawan tentang apa yang dilakukan secara salah.
5.      Jangan memberi hukuman didepan karyawan lain.
6.      Bertindak adil [5].


Teori Powter – Lawler
            Model ini adalah model pengharapan dari motivasi dengan versi orientasi masa depan dan menekankan antisipasi hasil. Para manajer tergantung pada harapan yang akan datang, dan bukan pengalaman masa lalu. Berdasarkan probabilitas usaha – pengharapan yang dijalankan, prestasi dicapai, penghargaan diterima, kepuasan terjadi, dan mengarahkan usaha dimasa depan.
            Secara teoritis, model pengharapan ini berjalan sebagai berikut:
1.      Nilai penghargaan yang diharapkan karyawan dikombinasikan dengan
2.      Presepsi orang tersebut tentang usaha dan kemungkinan pencapaian penghargaan untuk menyebabkan
3.      Suatu tingkat usaha tertentu yang dikombinasikan dengan
4.      Kemampuan, sifat – sifat karyawan dan
5.      Presepsinya mengenai kegiatan – kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai
6.      Tingkat prestasi yang diperlukan untuk menerima penghargaan intrinsik yang terdapat pada penyelesaian tugas
7.      Dan penghargaan ekstrinsik dari manajemen bagi pencapaian prestasi yang diinginkan
8.      Presepsi individu tentang ”keadilan” dari penghargaan ekstinsik yang diterima, dan perasaan yang dihasilkan dari prestasinya, membuahkan
9.      Tingkat kepuasan yang dialami oleh karyawan. Pengalaman ini akan diterapkan pada penilaian individu di masa depan terhadap nilai penghargaan, karenanya dapat mempengaruhi pencapaian tugas  dan kepuasan.

Model ini mempunyai sejumlah implikasi bagaimana manajer seharusnya memotivasi bawahan. Nadler dan Lawler mengutarakan implikasi model bagi manajer tersebut:
1.      Pemberian penhargaan yang sesuai kebutuhan bawahan
2.      Penetuan prestasi yang diinginkan
3.      Pembuatan tingkat prestasi yang dapat dicapai
4.      Penghubungan penghargaan dengan prestasi
5.      Analisa faktor – faktor yang bersifat berlawanan dengan efektifitas penghargaan
6.       Penetuan penghargaan yang cukup dan memadai


Teori Keadilan
            Teori ini membandingkan antara masukan – masukan yang mereka berikan pada pekerjaannya dalam bentuk pendidikan, pengalaman, latihan, dan usaha dengan; hasil – hasil yang mereka terima, seperti membandingkan balas jasa yang diterima karyawan lain dalam pekerjaan yang sama.
            Keyakinan, dasar dari pembandingan, tentang adanya ketidakadilan dalam bentuk pembayaran, akan mempunyai penagruh pada perilaku dalam kegiatan. Kuncinya adalah ada atau tidaknya ketidakadilan. Ketidakadilan ini ditanggapi beragam perilaku, misal mogok, meminta berhenti, penurunan prestasi, dll. Untuk manajer teori  keadilan mempunyai implikasi penghargaan sebagai motivasi harus diberikan secara adil.


1.1  Motivasi Adalah lebih dari Sekedar Teknik – teknik

Manajer dapat membeli waktu karyawan, manajer dapat membeli fisik karyawan, dsb. Tapi Manajer tidak dapat membeli antusiasme, inisiatif, loyalitas, penyerahan hati, jiwa dan akal budi karyawan.
Pernyantaan diatas menyataka bahwa motivasi lebih inklusif daripada aplikasi atau cara tertentu untuk mendorong output. Motivasi adalah pandangan hidup yang dibentuk berdasarkan kebutuhan, jadi teori motivasi harus dilakukan secara bijaksana.
Manajer yang bisa melihat motivasi sebagai sistem, yang mencakup sifat individu, pekerjaan, situasi kerja dan hubungan antara insentif, motivasi dan produktivitas.

1.2  Perbandingan dengan buku  / teori lain
Untuk menambahkan, menurut Hilgard dan Atkinson, tidak mudah untuk menjelaskan motivasi sebab :
  1. Pernyataan motif antar orang adalah tidak sama, budaya yang berbeda akan menghasilkan ekspresi motif yang berbeda pula.
  2. Motif yang tidak sama dapat diwujudkan dalam berbagai prilaku yang tidak sama.
  3. Motif yang tidak sama dapat diekspresikan melalui prilaku yang sama.
  4. Motif dapat muncul dalam bentuk-bentuk prilaku yang sulit dijelaskan.
  5. Suatu ekspresi prilaku dapat muncul sebagai perwujudan dari berbagai motif.
McClelland menyimpulkan bahwa motif kekuasaan dapat berfifat negatif atau positif. Motif kekuasaan yang bersifat negatif berkaitan dengan kekuasaan seseorang. Sedangkan motif kekuasaan yang bersifat positif berkaitan dengan kekuasaan sosial (kekuatan yang dipergunakan untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan kelompok).
            Existence, relatedness, and Growth ( ERG ) Theory ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer [6] seorang ahli dari Yale University. Teori ini juga merupakan penyempurnaan dari teori kebutuhan yang dikemukakan oleh A.H. Maslow. Alderfer mengemukakan bahwa ada 3 kelompok kebutuhan yang utama, yaitu :
  1. Kebutuhan akan Keberadaan ( Existence Needs ), berhubungan dengan kebutuhan dasar termasuk didalamnya Physiological Needs dan Safety Needs  dari Maslow.  
  2. Kebutuhan akan Afiliasi ( Relatedness Needs ), menekankan akan pentingnya hubungan antar-individu ( Interpersonal relationship ) dan bermasyarakat ( social relationship ).
  3. Kebutuhan akan Kemajuan ( Growth Needs ), adalah keinginan intrinsik dalam diri seseorang untuk maju atau meningkatkan kemampuan pribadinya. 
Teori Claude S. George menyatakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan bekerjanya, yaitu :
  1. upah yang layak
  2. kesempatan untuk maju
  3. pengakuan sebagai individu
  4. keamanan bekerja
  5. tempat kerja yang baik
  6. penerimaan oleh kelompok
  7. perlakuan yang wajar
  8. pengakuan atas prestasi
            Teori pengukuhan didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi.  Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
  1. Pengukuhan Positif, yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
  2. Pengukuhan Negatif, yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh situasi yang bersyarat.  Demikian juga prinsip hukuman selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif adalah mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap hari disambut dengan ramah oleh manajer.
Menurut McGregor organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, dua model yang dia namakan Teori X dan Teori Y dalam buku “The Human side of Enterprise”. Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Lebih lanjut menurut asumsi teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada dasarnya adalah:
1.      Tidak menyukai bekerja
2.      Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah
3.      Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi.
4.      Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
5.      Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai tujuan organisasi.
Kelemahan dari asumsi teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. Asumsi teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diungkapkan oleh teori X. Secara keseluruhan teori Y mengenai manusia adalah:
1.      Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan pada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan unsur fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan.
2.      Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3.      Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan - kebutuhan fisiologi dan keamanan.
4.      Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.

Minat merupakan aspek kognitif dari motivasi, atau merupakan gambaran kognitif yang memberikan arah pada suatu tindakan (Franken, 1982). Besar kecilnya minat seseorang terhadap suatu tugas atau pekerjaan, banyak menentukan keberhasilan yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas tadi, karena motivasi, efisiensi, gerak dan kepuasan kerja, akan didapat apabila pekerjaan tersebut sesuai dengan lapangan yang diminatinya.
Dengan demikian maka dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi merupakan dorongan dalam diri seseorang dalam usahanya untuk memenuhi keinginan, maksud dan tujuan, namun dalam penerapannya nanti, penggunaan masing-masing unsur tersebut adalah berbeda untuk setiap karyawan. Sesuai kebutuhan dan keinginan masing-masing.
Dengan memberikan motivasi yang tepat, maka karyawan akan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya dan mereka akan meyakini bahwa dengan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, maka kepentingan - kepentingan pribadinya akan terpenuhi pula

  1. Kebutuhan akan Keberadaan ( Existence Needs ), berhubungan dengan kebutuhan dasar termasuk didalamnya Physiological Needs dan Safety Needs  dari Maslow.  
  2. Kebutuhan akan Afiliasi ( Relatedness Needs ), menekankan akan pentingnya hubungan antar-individu ( Interpersonal relationship ) dan bermasyarakat ( social relationship ).
  3. Kebutuhan akan Kemajuan ( Growth Needs ), adalah keinginan intrinsik dalam diri seseorang untuk maju atau meningkatkan kemampuan pribadinya. 
Teori Claude S. George menyatakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan bekerjanya, yaitu :
  1. upah yang layak
  2. kesempatan untuk maju
  3. pengakuan sebagai individu
  4. keamanan bekerja
  5. tempat kerja yang baik
  6. penerimaan oleh kelompok
  7. perlakuan yang wajar
  8. pengakuan atas prestasi
            Teori pengukuhan didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi.  Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
  1. Pengukuhan Positif, yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
  2. Pengukuhan Negatif, yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh situasi yang bersyarat.  Demikian juga prinsip hukuman selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif adalah mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap hari disambut dengan ramah oleh manajer.
Menurut McGregor organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, dua model yang dia namakan Teori X dan Teori Y dalam buku “The Human side of Enterprise”. Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Lebih lanjut menurut asumsi teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada dasarnya adalah:
1.      Tidak menyukai bekerja
2.      Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah
3.      Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi.
4.      Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
5.      Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai tujuan organisasi.
Kelemahan dari asumsi teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. Asumsi teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diungkapkan oleh teori X. Secara keseluruhan teori Y mengenai manusia adalah:
1.      Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan pada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan unsur fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan.
2.      Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3.      Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan - kebutuhan fisiologi dan keamanan.
4.      Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.

Minat merupakan aspek kognitif dari motivasi, atau merupakan gambaran kognitif yang memberikan arah pada suatu tindakan (Franken, 1982). Besar kecilnya minat seseorang terhadap suatu tugas atau pekerjaan, banyak menentukan keberhasilan yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas tadi, karena motivasi, efisiensi, gerak dan kepuasan kerja, akan didapat apabila pekerjaan tersebut sesuai dengan lapangan yang diminatinya.
Dengan demikian maka dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi merupakan dorongan dalam diri seseorang dalam usahanya untuk memenuhi keinginan, maksud dan tujuan, namun dalam penerapannya nanti, penggunaan masing-masing unsur tersebut adalah berbeda untuk setiap karyawan. Sesuai kebutuhan dan keinginan masing-masing.
Dengan memberikan motivasi yang tepat, maka karyawan akan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya dan mereka akan meyakini bahwa dengan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, maka kepentingan - kepentingan pribadinya akan terpenuhi pula


[6] Clayton P. Alderfer, Existence, Relatedness, and Growth; Human Needs in Organizational Settings, New York: Free Press, 1972.






[5] W. Clay Hammer, “Reinforcement theory Contingency Management Organization Settings”, dalam Henry L. Tosi dan W. Clay Hammer, Organizational Behavior and Management: A Contingency Approach, Wiley, New York, 1977 





[4] B. F. Skinner,  About Behaviorism, Knopf, new York, 1974; dan B. F. Skinner, Beyond Freedom and Dignity, Knopf, New York, 1971





[3] Victor H. Vroom, Work and Motivation, John Wiley, New York, 1964.





[2] David McClelland, The Achieving Society ,Van Nostrand, New York, 1961




[1] Frederick Herzberg, Berbard Mausner & Barbara Snyderman, The Motivation ti Work, John Wiley & Sons, New York, 1958.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar